Bung Karno, Pak Harto dan Pemerintah Indonesia di Mana Makam Mr. Chris Robert Steven Soumokil?

“Di masa Hindia Belanda, pribumi yang berjuang dicap sebagai pemberontak, termasuk Bung Karno dan semua pejuang, tetapi Bung Karno diajukan ke pengadilan, tapi tidak dijatuhi hukuman mati…”

Oleh: Thomas Amelius Soumokil

Beta tidak mungkin lupa, tanggal 11 April 1966, sekitar jam 12 siang. Itulah hari terakhir Beta berjumpa dengan Ayah, Mr. Chris Robert Steven Soumokil di Penjara Salemba. Setelah itu, melalui Letnan Rompies, Beta mendapat titipan terakhir dari Ayah bersama secarik nota tertanggal 12 April 1966, dengan pesan: “Letnan Rompies tolong sampaikan/berikan barang ini untuk anak saya, untuk yang penghabisan kali dari saya (Bapak). Barang ini supaya disimpan baik-baik karena Bapak sebentar lagi akan menjadi seperti barang ini. Simpanlah baik-baik walaupun barang ini tidak ada harganya”.

Begitulah nota terakhir bersama barang kecil titipan terakhir dari Ayah. Nota itu tertanggal 12 April 1966 atau bersamaan dengan hari kematian Mr. Chris Soumokil. Beta hanya mendapat informasi kalau Ayah mengakhiri perjalanan hidupnya di Pulau Ubi, Wilayah Jakarta. Perjalanan panjang sejak 13 Oktober 1905.

Beta lahir dan menghabiskan masa anak-anak dalam masa perang di Pulau Seram. Mr. Chris Soumokil dan rakyat Maluku menghabiskan waktu tidak kurang dari 13 tahun di Pulau Ambon dan Pulau Seram untuk mempertahankan keberadaan Maluku Selatan sebagai satu bangsa yang merdeka. Upacara peringatan kemerdekaan selalu digelar pada tanggal 25 April, meski dalam masa perang gerilya.

Di sini, Beta tidak mau membahas sejarah. Hanya Beta bisa pastikan, Mr. Chris Soumokil adalah seorang ahli hukum, yang menyelesaikan studi doktor hukum di Leiden, Belanda pada tahun 1934. Kalau saja, Ayah masih hidup, tentu sangat menarik menyaksikan argumen hukum mengenai status Republik Maluku Selatan (RMS) berdasarkan kaidah hukum internasional. Pertanyaan sederhana, Belanda menjalin hubungan melalui kontrak/perjanjian dengan raja-raja berdaulat di Hindia Belanda, lantas sejak kapan hak para raja itu dialihkan ke pihak lain?

Selain itu, Mr. Chris Soumokil juga seorang jaksa di masa Hindia Belanda dan merupakan Menteri Kehakiman Negara Indonesia Timur pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS). Terlalu panjang untuk Beta tulis di sini, mungkin nanti di kesempatan lain Beta akan uraikan mengenai hal ini.

Setelah 13 tahun perjuangan bersenjata dan gerilya APRMS di Pulau Seram, pada 1 Desember 1963, kami dikepung pasukan Indonesia yang dipimpin satu orang Sunda, L. Ruchiat. Informasi keberadaan Mr. Chris Soumokil sudah bocor ke pihak musuh, sehingga mereka tahu persis lokasi Mr. Chris Soumokil. 

Dari Pulau Seram, kami dibawa dan tiba di Ambon pada 8 Desember 1963. Kemudian Ayah Beta, Mr. Chris, Ibu Beta, J. Soumokil, tante Beta dan Beta sendiri dibawa ke Jakarta. Teman perjuangan Ayah, sesungguhnya sudah menyarankan agar  Ayah keluar dari Pulau Seram dan berjuang dari tempat lain, tetapi Ayah bersumpah akan terus berjuang dan tidak akan meninggalkan Maluku.

Di Jakarta, Ayah langsung ditahan di Rumah Tahanan Militer di Jalan  Budi Utomo. Sedangkan Beta dan Ibu Beta dibawa ke Cijantung. Kami hidup terpisah, karena Ayah ditahan dan kami tinggal di satu tempat di Sirnagalih dalam pengawasan ketat.

Pada tahun 1964, Ayah mulai disidang dengan hukum Indonesia. Mr. Chris Soumokil yang didampingi pengacaranya, Mr. P.W. Blog menolak menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga keterangannya harus diterjemahkan dari Bahasa Belanda ke Bahasa Indonesia, meskipun Ayah menghabiskan masa kecilnya dan bersekolah di Surabaya.

Hasil persidangan sudah bisa ditebak, Ayah divonis hukuman mati. Vonis ini tentu sangat meragukan, belum tentu benar dan adil. Beta kasih gambaran yang mudah. Di masa Hindia Belanda, pribumi yang berjuang dicap sebagai pemberontak, termasuk Bung Karno dan semua pejuang, tetapi Bung Karno diajukan ke pengadilan, tapi tidak dijatuhi hukuman mati dan mungkin juga hanya diasingkan ke tempat lain dan mendapat jaminan hidup yang layak di pengasingan. Artinya, pejuang dan pemberontak hanya tergantung cara memandang.

Perlu Beta garis bawahi, Proklamasi RMS memperoleh mandat dari Dewan Maluku Selatan (DMS) yang merupakan perwakilan rakyat Maluku melalui pemilihan yang demokratis. Bukan klaim sepihak dari Mr. Chris Soumokil dan kawan-kawan. Sekali lagi, Mr. Chris Soumokil seorang ahli hukum, yang bertindak sesuai hukum yang dipahaminya, bukan seorang ekonom atau insinyur.

Setelah dijatuhi hukum mati, Ayah menempuh berbagai upaya hukum yang mungkin bisa dilakukan. Hanya saja, berbagai upaya hukum yang dilakukan tidak membawa hasil. Presiden Soekarno menolak permohonan grasi atau permohonan perubahan keputusan pengadilan, yang merupakan kewenangan Presiden.

Penolakan Presiden Soekarno itu, Beta tahu dari surat Mr. Chris Soumokil kepada kami, yang pokoknya menyatakan, kabinet lama pada masa Presiden Soekarno telah menolak grasi. Dalam surat tanggal 7 April 1966 itu, Mr. Chris Soumokil mengabarkan kalau akan dieksekusi pada 10 April 1966. Untuk itu, Mr. Chris meminta kami untuk coba menemui Jenderal Soeharto. Tapi, berbagai upaya tidak membawa hasil.

Yang sangat mengherankan, ketika pemerintah Indonesia hendak mengeksekusi Mr. Chris Soumokil pada Hari Minggu 10 April 1966, yang bertepatan dengan Hari Raya Paskah bagi Mr. Chris Soumokil sebagai orang Kristen. Apakah vonis mati belum cukup, sehingga harus disertai dengan penghinaan seperti itu. Setelah melalui protes keras, akhirnya eksekusi ditunda pada 12 April 1966.

Presiden Indonesia, Ir. Soekarno (Bung Karno) menyetujui vonis mati melalui penolakan grasi di akhir masa kekuasaannya dan di awal rezim Jenderal Soeharto (Pak Harto) melakukan eksekusi mati. Dari berbagai informasi, Beta yakin Ayah telah dihukum mati, tetapi ada sedikit keraguan karena kami tidak pernah melihat jenazah dan makam Mr. Chris Soumokil. Bung Karno, Pak Harto, dimana makam Mr. Chris Soumokil? Waktu 55 tahun mencari makam Mr. Chris Soumokil bukan waktu yang pendek.

Beta teringat, kata terakhir Ayah, Mr. Chris Soumokil sebelum berpisah di Penjara Salemba pada 11 April 1966. “Bilang buat Bangsaku, dengan kepala yang terangkat, Beta akan terima hukuman itu. Apa datang dari muka jangan undure bukan? Beta kurbankan segenap hidup Beta kepada Bangsa Beta.

“Tetapi pembaharuan terjadilah atas kehendak Tuhan, Manusia berencana, tetapi Tuhan memastikan”. Mr. Chris Soumokil telah meninggal 55 tahun silam dan kalau hidup akan berulang tahun pada 13 Oktober 2021 (besok). Lambat atau cepat, sejarah akan menjawab, jalan siapa yang salah dan benar.

Pengasingan, 12 Oktober 2021

Penulis merupakan putra mendiang Mr. Chris Robert Steven Soumokil

Geef een reactie

Het e-mailadres wordt niet gepubliceerd. Vereiste velden zijn gemarkeerd met *